Tuesday, January 22, 2013

Analisis Tokoh Kepemimpinan

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
I.      PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalu berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentu tidaklah mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia dianugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusia pun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik. Meskipun demikian masih tetap sulit untuk menerapkan seluruhnya, sehingga dalam prakteknya hanya beberapa pemimpin saja yang dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik dan dapat membawa para pengikutnya kepada keadaan yang diinginkan.
Kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai ilmu sosial terapan (applied social sciences). Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa kepemimpinan dengan prinsip-prinsipnya mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung terhadap upaya mewujudkan kesejahteraan umat manusia.
Kepemimpinan seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, mempunyai berbagai fungsi antara lain, menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam kepemimpinan dan memberikan pengaruh dalam menggunakan berbagai pendekatan dalam hubungannya dengan pemecahan aneka macam persoalan yang mungkin timbul dalam ekologi kepemimpinan.
Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang mempunyai peran penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
 
II.      ISI
Paparan Konsep Tiga Gaya Kepemimpinan Teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan, dan sikapnya.
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi, kuasa, ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Di antara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, di mana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non-ekonomis) berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi. Tiga gaya kepemimpinan dalam Macionis, 2008
1.       Gaya Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada perintah, mengambil keputusan personal dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Walaupun kepemimipinan otoriter sedikit disenangi bawahannya namun kepemimpinan otoriter sangat tepat digunakan saat krisis.(Macionis, 2008) Dalam kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota – anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang – undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak.
KELEBIHAN:
a.       Keputusan dapat diambil secara cepat dan efisien
b.      Mudah dilakukan pengawasan (controling)
c.       Sangat cocok digunakan pada saat kelompok mengalami krisis
KELEMAHAN:
a.       Pemimpin tidak menghendaki rapat atau musyawarah.
b.      Setiap perbedaan di antara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan oleh pemimpin
c.       Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
d.      Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.
e.      Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang – orang yang dianggap tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang – orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang – orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan.
f.        Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung
g.       Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis.
2.       Gaya Demokratik
Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.
a.       Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
b.      Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan
c.       Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya
d.      Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang harkat dan martabat manusia.
e.      Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
3.       Gaya kepemimpinan Laissez Faire
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan maupun menanggulangi masalahnya sendiri.
Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
III.  KESIMPULAN
1.    Analisis Gaya Kepemimpinan SBY
        i.            Otoriter
Menurut pendapat kami gaya kepemimpinan SBY apabila ditinjau dari gaya kepemimpinan otoriter, seorang SBY merupakan sosok pemimpin negara yang sedikit menganut gaya kepemimpinan otoriter. Walaupun dulu adalah otoriter karena beliau adalah seorang militer namun sekarang adalah seorang sipil karena masih menjabat sebagai presiden. Hal ini terlihat jelas pada kutipan berita berita di atas. Menurut kelompok kami SBY lebih dominan menganut gaya kepemimpinan demokrasi sesuai dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara ini (Indonesia). Dari proses pengambilan kebijakan, SBY tidak melakukannya sendiri namun melalui persetujuan pihak-pihak yang berwenang dan terkait misalkan DPR, MPR, MA dan lain-lain.

Namun dalam kondisi negara krisis peran SBY untuk menganut gaya kepemimpinan otoriter sangatlah diperlukan karena pada kondisi tersebut diperlukan tindakan yang cepat dan tepat. Namun dalam proses kepemimpinannya banyak sekali masalah masalah yang timbul terutama masalah korupsi di Indonesia yang sudah mendarah daging yang sulit diberantas dan merupakan tugas wajib bagi seorang pemimpin untuk menyelesaikannya. SBY merupakan sosok yang kurang tegas, sebenarnya gaya kepemimpinan demokratis sangatlah baik dan kita bersyukur tidak mempunyai pemerintah yang otoriter seperti “Yang Dipertuan Agung” atau pemimpin yang minta disembah dan lain-lain.
Kurang tegasnya ini adalah tentang penegakan hukum, banyak pejabat-pejabat yang bermasalah dengan hukum dan kemudian bersembunyi dan berlindung pada SBY (masuk parpol yang didukung SBY). Mungkin SBY tidak tegas karena beliau terpengaruh oleh filsafat Jawa yaitu rasa “pekewuh” atau istilah kita adalah rasa sungkan sehingga kita dalam memperlakukan lebihnya mengadili teman sejawat timbul perasaan tidak enak atau tidak etis apabila mengadili teman sendiri. Rasa inilah yang harus dihilangkan oleh seorang pemimpin. Pemimpin harus bisa bersikap dan bertindak objektif dan tegas demi kepentingan publik.
Sebenarnya ada lembaga-lembaga yang berdiri dalam kepemimpinan SBY untuk mengatasi permasalahan yang ada dan merupakan langkah yang baik. Misalkan KPK, sebuah lembaga yang mengatasi masalah korupsi. KPK ini memang saat pertama kali ada, banyak sekali kasus kasus korupsi yang terbongkar namun ironinya dari yang terungkap sangatlah sedikit dari jumlah kasus korupsi yang terungkap dan belum lagi usaha-usaha dari para oknum untuk melemahkan KPK dengan menjerat para pemimpin KPK dalam suatu kasus. Hal ini menujukkan bahwa di era kepemimpinan SBY banyak sekali lembaga-lembaga yang berdiri namun penegakan sangat kurang.
Serta dapat menarik sisi positif dari segi kepemimpinan SBY bahwa SBY adalah tipe pemimpin yang baik dalam mentransformasikan gaya kepemimpina otoriter ke demokratis. Apabila kita tarik pada masa lampau misalkan Alm. Mantan Presiden Suhato dimana Suharto dulunya adalah orang militer namun pada saat menjadi presiden beliau masih tetap menggunakan sikap otoriternya.
     ii.          Laissez faire
Dari sini dapat disimpulkan ada beberapa kondisi dimana seorang pemimpin tidak harus turun tangan memberikan instruksi yang harus dikerjakan kepada anggotanya dikarenakan masalah memerlukan pemecahan dengan waktu yang singkat dan anggota yang sudah ahli di bidang tersebut, dalam kasus ini yaitu bidang pertahanan.
   iii.          Demokratis
SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.
Secara garis besar gaya kepemimpinan SBY adalah demokratis sesuai dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara ini (Indonesia). Dari proses pengambilan kebijakan, SBY tidak melakukannya sendiri namun melalui persetujuan pihak-pihak yang berwenang dan terkait misalkan DPR, MPR, MA dan lain-lain. Namun dalam kondisi negara krisis peran SBY untuk menganut gaya kepemimpinan otoriter sangatlah diperlukan karena pada kondisi tersebut diperlukan tindakan yang cepat dan tepat.

 Lampiran Berita selama September 2010 Peneliti CSIS: SBY Tidak Tegas Tim Liputan 6 SCTV
01/09/2010 23:29
 Liputan6.com, Jakarta: Peneliti Departemen Hubungan Internasional Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Alexandra Retno Wulan mengemukakan bahwa pidato Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (1/9) malam, mencerminkan karakteristik kepemimpinan yang tidak tegas. Hal ini terlihat dari pernyataan SBY yang lebih mengedepankan hubungan RI-Malaysia di atas kepentingan bangsa Indonesia sendiri. SBY sama sekali tidak menyebutkan kata pertahanan atau militer serta lebih mementingkan masalah Tenaga Kerja Indonesia dan perekonomian dibandingkan kedaulatan Indonesia.
"Seorang pemimpin negara seharusnya bisa mengatakan bahwa ini adalah teritorial Indonesia," ujar Alexandra yang juga mempertanyakan prioritas pemerintah SBY dalam penyelesaian masalah perbatasan wilayah yang tak kunjung kelar.
Pidato SBY yang dipantau dunia internasional ini menjadi refleksi bagaimana seorang pemimpin yang tidak berbuat apa-apa terhadap masalah kedaulatan teritorial negaranya. Tindakan tegas berupa ancaman seperti menarik TKI dari Malaysia dibutuhkan agar Indonesia diperlakukan lebih baik oleh negara tetangga. Menurut Alexandra, tindakan tegas bukan berarti ajakan untuk perang. Ia pun menambahkan bahwa karakteristik ketegasan seorang pemimpin negara begitu dibutuhkan, yang akhirnya akan menentukan diplomasi bilateral hubungan RI dengan Malaysia di masa mendatang.(MRQ/ULF).
IV.     REFRENSI
http://riantiarno.blogspot.com/2010/11/presiden-sby-dalam-masa-kepemimpinan.html

No comments:

Post a Comment